Faceblog Evolutions Faceblog Evolutions Faceblog Evolutions Faceblog Evolutions
1 2 3 4

Sunday, 6 October 2013

Church in the Market Place

Dikotomi antara Sekuler dan Rohani

Ada anggapan umum bahwa kita tidak dapat benar-benar melayani Tuhan melalui pekerjaan-Nya jika tidak terjun ke dalam pelayanan sepenuh waktu pada aktifitas-aktifitas gerejawi (kesal karena harus melayani bos duniawi, alasan menyia-nyiakan waktu dan sebenarnya lebih baik punya pekerjaan dengan kesempatan untuk memberi lebih banyak waktu di bidang rohani). Benarkah asumsi-asumsi tersebut?

Anggapan tersebut berangkat dari pemahaman tentang dikotomi antara pekerjaan sekuler dan pekerjaan rohani. Pada kenyataannya fakta menunjukkan pada kita bahwa kita pada umumnya memang memberikan sepertiga waktu kita pada “pekerjaan sekuler”.
  
Jadi dalam kehidupan Kristen tidak ada tempat bagi yang tidak kudus dan dapat diberi tanda: sekuler. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang utuh yang dapat dipakai untuk melayani Dia tanpa mendua hati sekalipun dalam pekerjaan kita sehari-hari. Melayani Tuhan merupakan keseluruhan hidup yang utuh, kudus seluruhnya, senantiasa dipersembahkan kepada-Nya. Semua yang diciptakan Allah itu baik dan tidak ada yang haram,jika diterima dengan ucapan syukur, sebab semuanya itu dikuduskan oleh Firman Allah dan doa (1 Timotius 4:4-5). Orang-orang Kristen diberi kemampuan untuk hidup supaya Allah dimuliakan didalam segala sesuatu karena Yesus Kristus (1 Petrus 4:11). Pekerjaan sehari-hari termasuk dalam lingkup “segala sesuatu” yang kita klaim bagi kerajaan Tuhan melalui Kristus. Karena pekerjaan yang biasa pun adalah kepunyaan Tuhan maka kita hanya melayani satu tuan. “Allahlah yang memiliki perusahaan yang mempekerjakan saya”. Adalah benar bahwa sebagian orang Kristen “dikhususkan” untuk memberitakan Injil (Roma 1:1, Kisah 13:2) tetapi bukan berarti orang itu tidak lagi melakukan pekerjaan biasa, seperti Paulus contohnya. Pengkhususan itu tidak menunjukan adanya perbedaan yang rohani dan yang sekuler. Semua umat Tuhan mengambil bagian dalam kekudusan Kristus. 


Kata Yunani untuk “dikhususkan” bukanlah kata yang dipakai untuk kekudusan. Jadi sekalipun ada perbedaan fungsi antara pekerjaan penginjilan dan pekerjaan biasa, itu tidak menyangkut dapat diterima atau tidaknya kedua macam pekerjaan itu di hadapan Tuhan. Di dalam kitab Daniel, Firman Allah menggambarkan seorang yang mempunyai pekerjaan biasa tetapi kehidupannya banyak mendatangkan kemuliaan bagi Tuhan. Daniel digambarkan oleh orang-orang kafir sebagai “seorang yang penuh dengan roh dewa yang kudus” (Daniel 5:11). Ia hanya melayani satu tuan sekalipun bekerja di bawah pengasuhan orang duniawi. Ia tidak melayani manusia pada jam-jam yang terbaik dan melayani Tuhan pada jam-jam sisa. Hal itu diakui oleh bosnya raja Darius, bahwa yang disembah oleh Daniel adalah Tuhan (Daniel 6:21).


Gereja harus ditanam di market place. “Gembalakanlah domba-dombaKu” bukan perintah Tuhan yang melulu dimonopoli kaum pendeta. Direktur mulai memuridkan karyawannya, dan guru-guru mulai membapai siswanya. Dihadapan Tuhan sama mulia dan efektifnya antara pekerja full timer pada pekerjaan gerejawi, pekerjaan guru, ataupun direktur sebuah perusahaan yang meninggikan nama-Nya dan menuntaskan misi-Nya!

Bahkan sebagian besar dari pola hidup kita maupun keluarga, didikte oleh pekerjaan tsb. Ini membuat dikotomi tadi menimbulkan rasa bersalah atau ketidak-tenangan yang tiada akhir. Jam-jam kerja tersebut juga bukanlah jam-jam sisa tapi jam-jam yg terbaik; saat energi dan kapasitas seseorang dalam posisi puncak untuk menghasilkan pekerjaan yang lebih produktif.

Kenyataannya yang lain, jumlah orang Kristen dengan pekerjaan “biasa/sekuler” jauh melebihi jumlahnya daripada yang bekerja dalam bidang “rohani/gerejawi” (jumlahnya berkisar 98%). Jadi rasa bersalah, bingung dan ketidak-puasan menghinggapi banyak sekali orang Kristen. Sebagian besar dari kelompok 98% , yg mengurus “perkara duniawi” merasa waktunya terbuang sia-sia. Orang-orang Kristen dengan pekerjaan “biasa/sekuler” merasakan dirinya sedang melayani dua tuan. Yesus berkata bahwa tak seorang pun dapat mengabdi pada dua tuan (Matius 6:24). Memisahkan yang rohani dan yang sekuler akan menimbulkan konflik batin.

Orang yang menyukai kegiatan Kristen gerejawi yang terorganisir akan memandang pekerjaan sehari-hari sebagai hambatan misi yang “sesungguhnya” tetapi disisi lain orang Kristen dengan pekerjaan sekuler/biasa sehari-hari memandang kegiatan rohani sebagai tugas yang membebani dirinya. Melayani dua tuan akan membuat mendua hati atau bercabang pikiran. Orang Kristen yang merasa pekerjaan sekuler sehari-harinya tidak punya nilai kekal cenderung memaksakan diri melakukan kegiatan dan program gereja setelah jam kantor supaya merasa melakukan sesuatu yang berguna bagi Tuhan. Maka hilanglah semangat untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.

Ada perasaan cemas dan khawatir tidak dapat melakukan cukup banyak hal bagi Tuhan karena waktunya yang terbaik tampak non produktif secara rohani. Pandangannya tentang pekerjaan membuatnya tercabik-cabik antara yang berarti dan yang tak berarti, antara yang rohani dan yang sekuler. Ada pikiran bahwa yang “terpanggil” adalah orang yang lebih berharga untuk melayani Tuhan daripada yang tidak terpanggil.

Ada pemikiran juga bahwa pekerjaan biasa itu berbahaya karena kontak dengan dunia. Maka hasil dari paradigma-paradigma tersebut adalah “Orang yang mendua hati tidak akan tenang hidupnya” (Yakobus 1:8).

Jadi bagaimana supaya tidak mendua dan memusatkan seluruh perhatian pada bidang pekerjaan kita? Dimanakah ketenangan? Kalau kita ingin menghasilkan sesuatu yang berarti dalam hidup ini maka kita harus menginvestasikan hidup pada aktifitas yang kepadanya kita mengabdikan sebagian besar dari jam-jam kita yang terbaik dan produktif.

Pandangan kita terhadap pekerjaan sama seperti pandangan ajaran agama buatan manusia. Pandangan kita tentang pekerjaan bersifat duniawi, manusiawi dan berpusat pada manusia. Kita harus belajar melihat pekerjaan kita sebagaimana Tuhan melihatnya.

Setelah dosa mencemari dunia, tidak ada sesuatupun yang kudus. Lalu Tuhan memisahkan kaum Israel dari kenajisan yang mengelilingi mereka di Mesir.
Tuhan mulai menunjukkan mereka arti kekudusan. Hukum Tuhan diberikan melalui Musa. Salah satunya menunjukkan perbedaan antara yang rohani dan sekuler yang kudus dan tidak kudus. Para imam Perjanjian Lama harus dapat membedakan kudus dan tidak kudus serta najis dan tidak najis (Imamat 10:10, Yehezkiel 44:23).
Mencakup hal apa saja? contoh:
·  ada Hari Sabat (Keluaran 20:8) dan enam hari lainnya diperuntukkan bagi tujuan umum/duniawi, dianggap hari-hari sekuler.
·   Perbedaan diantara makanan. Ada yang halal dan ada yang haram (Imamat 11)
·   Tempat. Ada yang kudus, ada pula yang sekuler (Kemah Pertemuan atau rumah Tuhan dalam Imamat 16:17, 2 Tawarikh 9:5,7 merupakan tempat kudus)
·         
   Dalam hal pekerjaan, juga dipisahkan antara pekerjaan yang kudus dan yang biasa (Imamat 16). Korah dan rekannya yang memberontak dimusnahkan karena mereka berdosa menentang pembedaan yang dilakukan Tuhan di bidang pekerjaan.

Tapi pembedaan dalam hukum Yahudi tersebut hanya bersifat sementara karena Yesus menebus mereka yang takluk pada hukum Taurat (Galatia 4:3-5). Anak Tuhan sudah menang atas segala sesuatu yang tidak kudus. Hasilnya kalau Roh Kristus tinggal dalam diri seseorang, kehidupan orang itu seluruhnya dipandang kudus.
Pembedaan di Perjanjian Lama sirna oleh terang Perjanjian Baru:
·     
    Tentang hari. Yesus adalah Tuhan atas hari sabat, dan Dia bahkan melanggar larangan serta tradisi yang berkaitan dengan hari sabat (Matius 12:1-12, Kolose 2:16, Galatia 4:9-10).
·  
   Tentang makanan. Yesus menyatakan semua makanan halal (Markus 7:19). Yang dinyatakan halal oleh Allah tidak boleh dinyatakan haram oleh Petrus (Kisah 10:15).
· 
    Tentang tempat. Yesus bicara kepada perempuan Samaria bahwa penyembahan kepada Bapa bukan hanya di gunung itu dan bukan juga di Yerusalem tapi dalam Roh dan Kebenaran (Yohanes 4;21-23). Tubuh orang Kristen sudah menjadi Bait Allah (1 Korintus 3:16; 6:19; Efesus 2:21-22).
·        
   Tentang pekerjaan. Orang-orang Kristen adalah suatu imamat kudus (1 Petrus 2:3) dan Yesus telah membuat kita semua jadi imam-imam (Wahyu 1:6a), umat Tuhan tidak terbagi jadi kelas imam-awam lagi. Kita semua adalah imam yang sudah dikuduskan di manapun kita ada, di market place sekalipun. Sama posisinya di hadapan Tuhan dengan “imam yang di dalam bait suci”, sama berharga dan mulianya dengan mereka yang melayani pada pekerjaan-pekerjaan rohani-gerejawi.

Ini juga menyangkut visi. Dalam hukum Yahudi orang yang berpenyakit kusta tidak tahir dan harus diasingkan. Para imam memeriksa hanya dengan lihat muka mereka tapi Yesus menjamahnya. Yesus tidak tertular kusta karena menjamah orang kusta. Sebaliknya orang kusta itulah yang jadi tahir dan sembuh. Apapun yang disentuhnya menjadi tahir. Tuhan menghendaki agar seluruh hidup kita, segala yang kita miliki, dan segala yang kita lakukan dikhususkan dan dikuduskan untuk tujuanNya. 

Sudah saatnya gereja keluar dari kungkungan paradigma salah yang mendikotomikan sekuler-rohani yang benar-benar telah menghambat meluasnya pengaruh Kerajaan Allah di market place. Inilah akar permasalahannya kenapa gereja kehilangan kecepatan dalam pergerakan dan pengaruhnya di dunia luas. Efek sebarnya tersunat oleh kekerdilan pemahamannya sendiri. Terlalu lama menjadi institusi agamawi yang mati dan kehilangan daya sengatnya terhadap kerajaan dunia. Sudah waktunya kita semua berpindah dari pandangan “church oriented” kepada “kingdom oriented”. Beralih dari konsep “exclusive church” kepada “inclusive church”. Gereja tidak lagi termarjinalisasi (terpinggir) dari masyarakatnya sebagai “alien” atau makhluk asing yang jauh dari kesan “user friendly” di hadapan dunia. Dampak Kerajaan Allah tidak dapat lagi disembunyikan di dalam himpitan empat dinding gereja. Kerajaan Allah harus dimanifestasikan ke dunia kerja. 


- Cornelius Wing -

Sumber : corneliuswing.com 


No comments: