Banyak orang tidak siap ketika menghadapi kehilangan,
khususnya soal uang. Ketika usaha yang dirintis bertahun-tahun bangkrut,
ketika seseorang tertipu dan hartanya ludes, ketika malapetaka datang
dan menguras harta bendanya. Itulah masa-masa transisi paling sulit. Tak
heran kalau beberapa orang super kaya memilih mengakhiri hidupnya saat
mereka kehilangan kekayaannya.
Sebut saja Thierry Magon, manajer
keuangan di New York, yang bunuh diri karena menghilangkan uang
klien-kliennya di pasar saham. Adolf Merckle, salah satu dari 10 orang
paling kaya di Jerman, memilih menabrakkan diri pada kereta api saat
bangkrut karena spekulasi saham.
Kesimpulannya, banyak orang tidak siap ketika kekayaannya hilang.
Padahal, hal seperti ini bisa saja terjadi kepada siapa saja, termasuk
kepada kita sebagai orang Kristen. Contoh di dalam Alkitab adalah Ayub,
konglomerat pada zamannya, yang kekayaannya ludes dalam sekejap. Justru
pada saat Tuhan mengijinkan kita mengalami kehilangan itulah, akan
terlihat kualitas kita yang sebenarnya. Kuat tidaknya karakter kita
tidak diukur pada saat keadaan baik-baik saja, tapi pada saat apa yang
paling berharga dalam hidup kita lepas dari genggaman tangan kita. Saat
itulah akan terlihat apakah kita memiliki jiwa besar, ataukah jiwa
kerdil. Apakah kita seorang pemenang, ataukah kita seorang pecundang?
Apakah kita seorang yang menjadi tuan atas kekayaan, ataukah kita sudah
terikat dan diperhamba oleh mamon?
Saya salut dengan Donald Trump yang hari ini dikenal sebagai salah
seorang terkaya di dunia. Anda tentu tahu bahwa ia pernah bangkrut dan
punya hutang sebesar $ 935 juta pada tahun 90-an ketika harga properti
jatuh. Yang pasti, dia berhasil menangani kehilangan kekayaannya dan
berani bangkit kembali. Apakah hari ini kita sedang mengalami
kebangkrutan? Jangan menyerah! Yakinlah bahwa Dia akan menolong,
menyertai, dan mengembalikan kekayaan kita yang hilang, bahkan lebih
dari sebelumnya. Itu terjadi kalau kita tetap kuat di dalam Dia saat
kita kehilangan!
No comments:
Post a Comment