Faceblog Evolutions Faceblog Evolutions Faceblog Evolutions Faceblog Evolutions
1 2 3 4

Tuesday, 4 February 2014

Wilma Rudolph (Si Lumpuh yang bermimpi jadi Pelari Wanita Tercepat di Bumi)

Wilma Rudolph dilahirkan dari satu keluarga miskin di Tennesse, Amerika Serikat. Di usia empat tahun ia diserang beberapa jenis penyakit, yaitu radang pada saluran pernapasan dan demam berdarah, sebuah kombinasi yang mematikan. Ia juga lumpuh karena penyakit polio yang dideritanya. Karena itu, ia harus menggunakan alat penyangga bagi tubuhnya, dan dokter mengatakan bahwa ia tidak akan pernah bisa menginjak atau berjalan dengan kedua kakinya. Namun ibunya terus memberinya dorongan dan semangat. Ia mengatakan kepada Wilma bahwa Tuhan telah memberinya segala kemampuan, ketekunan, daya juang, dan iman untuk melakukan dan mencapai apapun yang ia inginkan.


Tanpa disangka Wilma lalu berkata; “Saya ingin menjadi pelari wanita tercepat di Bumi ini.”
Diusianya yang ke Sembilan ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan nasihat dokter, ia melepaskan alat penyangga tubuhnya, dan mulai mencoba melangkah – sesuatu yang menurut dokter  tidak akan pernah bisa dilakukannya.

Di usianya yang ke 13, ia memutuskan untuk mengikuti sebuah lomba lari. Hasilnya, ia berada pada urutan yang paling akhir dari semua peserta lomba. Tidak merasa putus asa, ia mendaftarkan diri untuk lomba yang kedua, ketiga, keempat dengan hasil yang tetap sama, ia berada pada urutan paling akhir dari semua peserta lomba.

Dengan optimism dan semangat juang yang tidak mengenal menyerah, ia mengikuti lomba lari yang kelima dan hasilnya ia berhasil menjadi pemenang, suatu prestasi yang l;uar biasa.
Diusianya yang ke 15 ia masuk Tennesse State University dan bertemu dengan seorang pelatih yang bernama Ed Temple. Wilma berkata kepada Ed Temple bahwa ia ingin menjadi pelari tercepat di bawah koklong langit ini. Melihat semangat juang dan keinginan yang begitu kuat pada diri Wilma, Ed Temple lalu berkata, “Melihat optimism dan semangat juang dalam diri anda, saya yakin tidak aka nada yang sanggup menghalangimu untuk meraih cita-citamu, selain itu saya bersedia menolongmu.”
Melalui proses yang panjang, Wilma terpilih menjadi salah satu anggota tim olimpiade, suatu ajang pertemuan para atlet terbaik dunia. Wilma ditempatkan bersama pelari wanita lain yang belum pernah terkalahkan. Ia bernama Jutta Heine.

Lomba pertama yang diikutinya adalah 100 meter lomba lari putri. Di situ secara mengejutkan ia masuk babak final dan untuk pertama kali ia mengalahkan Jutta Heinne. Ia menerima medali emas pertamanya di arena olimpiade. Pada lomba 200 meter putrid ia kembali mengalahkan Jutta Heinne untuk kedua kalinya dan mendapatkan medali emasnya yang kedua.

Lomba berikutnya 400 meter estafet putri. Dalam lomba estafet, pelari tercepat selalu ditempatkan pada lap terakhir, Wilma dan Jutta Heine sama-sama berperan sebagai jangkar pada tim masing-masing. Ketika tiba giliran Wilma menerima tongkat estafet, tongkat terlepas dari tangannya dan jatuh. Pada saat yang sama Jutta Heine telah melejit ke depan. Wilma mengambil tongkat yangt jatuh dan berlari bagaikan angin, dan untuk ketiga kalinya ia mengalahkan Jutta Heine, musuh bebuyutannya. Wilma dan timnya memenangkan medali emas, dan merupakan medali emas ketiga baginya. Ia menciptakan sejarah: wanita yang tadinya lumpuh menjadi wanita tercepat di bumi pada olimpiade tahun 1960.

Bahwa kelumpuhan yang diderita Wilma Rudolph memang adalah suatu kesulitan dn tantangan yang sangat tidak ringan untuk diatasi. Apalagi dokter telah “memvonis” bahwa ia tidak akan pernah bisa berjalan.

Pada kondisi seperti itu banyak orang akan menyerah dan menyalahkan factor nasib. Namun, Wilma tidak demikian, ia tidak sedikit pun mengizinkan kesulitan menghalanginya meraih cita-cita. Fisiknya memang lumpuh, tetapi ia tidak mengizinkan kelumpuhan fisik melumpuhkan pikirannya. Kemerdekaan yang paling hakiki dari manusia tidak terletak pada fisiknya, tetapi pada pikirannya.
 
Sumber: “Success in Life Through Positive Words” – Alexander Paulus

No comments: